Pengantar Umum Psikoanalisis – Sigmund Freud

Judul Buku       : Pengantar Umum Psikoanalisis

Penulis               : Sigmund Freud

Penerbit            : Pustaka Pelajar (2006)

 

Oleh : Iwan Soebakree*

Seorang kawan, menyarankan padaku untuk membaca buku ini ketika untuk pertama kalinya aku menyandang status sebagai seorang ayah. “Untuk membantu kau dalam memahami si kecil,”katanya. Ketika aku buka lembar demi lembar buku yang lumayan tebal ini, aku masih mereka-reka apa maksud dari Sigmund Freud dengan istilah psikoanalisanya. Dari judulnya saja, otakku yang hanya sekelas otak kambing sudah berkata,”Beraaatt…..!”. asumsi awalku, mungkin kawanku ini ingin aku belajar memahami faktor-faktor psikologi anakku yang masih bayi. Namun, setelah aku baca ternyata psikoanalisa tidak hanya membahas tentang psikologi anak kecil (bayi) semata. Dalam karyanya ini, Freud menyusun sebuah model sifat manusia untuk memahami manusia (human qu human) dan masa kanak-kanak inilah awal dari konsep dasar pemikirannya.

Dalam pandangan Freud, perkembangan individu adalah sebuah bentuk dari evolusi perkembangan manusia. Dorongan utama dalam diri manusia (energi seksual) merupakan sebuah proses evolusi sejak kelahiran hingga masa puber dan dewasa yang kemudian membentuk mentalitas yang berbeda-beda dalam kehidupan masing-masing individu. Segala gangguan psikologis yang dialami manusia dari awal pertumbuhan hingga dewasa jelas berpengaruh terhadap kesehatan mental dari seorang individu. Pendeknya dengan psikoanalisis, Freud ingin membantu manusia untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahannya dari pendekatan psikologi dan mencapai sesuatu hal yang dikatakannya sebagai manusia “Sehat”.

Suatu saat aku bertanya pada seorang teman yang kebetulan adalah seorang psikolog. Menurut dia, psikoanalisa adalah salah satu aliran dalam cabang ilmu psikologi yang berkembang pada abad 19. Freud mengemukakan tiga struktur mental atau psikis, yakni Id, Ego, dan Superego. Satu-satunya struktur mental yang ada sejak lahir adalah id, yang merupakan dorongan biologis dan berada dalam ketidaksadaran. Id beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan mencari kepuasan segera. Ego adalah pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle) yang memuaskan dorongan id menurut cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Adapun superego, yang terbentuk melalui proses identifikasi dalam pertengahan masa kanak-kanak, merupakan bagian dari nilai-nilai moral dan beroperasi menurut prinsip moral.

Aku teringat sebuah slogan yang menyebutkan bahwa Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik buat anak-anak mereka. Namun, dalam kultur masyarakat kita pada saat ini, ada sebuah kecenderungan bahwa yang “terbaik” itu adalah dengan menyenangkan anak-anaknya. Dengan kata lain, orang tua kebanyakan memberikan sesuatu hal yang sifatnya memberikan kesenangan kepada anak-anak mereka. Padahal prinsip kesenangan menurut Freud, nantinya akan selalu bertabrakan dengan prinsip realitas yang akhirnya menjadi sebuah prasyarat dari kesehatan mental anak itu sendiri.

Dari sini, terlihat sebuah realitas bahwa ternyata tidak semua Orang tua tahu bahwa mentalitas yang “sehat”lah, yang sebenarnya dibutuhkan untuk anak-anak mereka (keseimbangan antara prinsip realitas dan kesenangan). Mampu bertahan hidup dengan tanpa menghilangkan kodrat mereka sebagai manusia. Manusia yang memahami “Manusia”nya, sehingga secara tidak langsung juga menjadi manusia yang memahami manusia lainnya.

Ah… akhirnya aku sedikit bisa memahami maksud dari temanku tersebut. Yakni, dengan mempelajari psikoanalisis Freud, dia berharap aku dapat memberikan yang terbaik untuk membentuk kepribadian anakku kelak. Sebuah kepribadian human qua human yang memanusiakan sesamanya. So.. bagi kawan-kawan yang ingin mempelajari dan memahami manusia sebagai manusia ala Freud, mungkin buku ini bisa membantu anda.

Selamat membaca…..!!!

*Wakil Ketua Perpustakaan Bersama-Gresik, masih aktif sebagai salah satu staf pengajar di salah satu lembaga pendidikan swasta di Surabaya.

Leave a comment