Oleh : Heri Kiswanto*
lihatlah negeri kita, yang subur dan kaya raya.
Sawah ladang terhampar luas, samudera biru.
Tapi rataplah negeri kita, yang tinggal hanyalah cerita.
Pengangguran merebak luas, kemiskinan merajalela.
Pedagang kaki lima tergusur, teraniyaya.
Bocah-bocah kecil merintih, melangsungkan mimpi dijalanan.
Sungguh gelap dihadapi, penderitaan.
Inilah negeri kita, alamnya gelap tiada berbintang.
Dari derita, dan derita, menderita.
Sampai kapankah derita ini. Yang kaya darah dan air mata.
Yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi.
Negeri Ngeri, by Marjinal.
Dipertigaan jalan ini, yah dipertigaan jalan raya kotaku ini, sekarang aku berdiri. Dipertigaan jalan raya yang selalu ramai dengan hilir mudik kendaraan, ramai dengan pedagang kaki lima, ramai dengan kawan-kawan anak jalanan. Disini aku berdiri, disini tempat aku belajar arti kehidupan, ditempat yang sebagian orang mungkin menganggap hina dan tak penting ini justru aku banyak belajar tentang banyak hal berharga, tentang kemanusiaan, tentang persaudaraan, tentang pendidikan, tentang kebersamaan, bahkan tentang hakekat cinta yang sebenarnya.
Disini aku berdiri, yah kulempar pikiranku kembali kemasa dimana beberapa tahun yang lalu aku pertama kali terdiam disini, sama seperti sekarang, lalu kudengar beberapa orang anak remaja seumuranku memainkan gitarnya, bernyanyi sekenanya walaupun kadang terdengar fals, mereka terlihat bahagia dan tertawa lantang. aku tersenyum sebentar mengingat peristiwa itu, tersenyum mengingat pertama kali aku bertemu meraka, kawan-kawan terbaik yang pernah kutemui seumur hidupku, salah mungkin bukan kawan, tapi saudara-saudaraku. Saat itu aku yang sedang menunggu bus kota untuk pulang kerumah, tapi entah kenapa ketika bus kota lewat kubiarkan saja lewat tanpa menyetopnya, sekali, dua kali, sampai tiga kali terus seperti itu, kuambil kesimpulan aku sedang malas pulang sekarang. kuputuskan untuk duduk disebelah anak-anak yang bermain gitar tadi, aku berpikir bagaimana cara untuk memulai obrolan, sekali lagi aku tersenyum menjurus sedikit tertawa ketika mengingat pertanyaan pertama yang aku lontarkan kesalah satu dari mereka untuk memulai obrolan, saat itu aku bertanya, ‘’mas, mas anak jalanan ya?’’ seketika mereka semua menoleh, saat itu ada sedikit rasa canggung yang kurasakan, apakah pertanyaanku salah? Sekarang baru aku rasa, pertanyaanku waktu itu sangat konyol haha, mereka menoleh tertawa terbahak-bahak, dan balik bertanya ‘’memang kami kelihatan seperti apa? ‘’ setelah itu obrolan berlanjut begitu mengalir, seperti aku sudah kenal dengan mereka begitu lama. Read the rest of this entry »